Jumat, 30 Desember 2011

Gedung Surga

Ada 4 perkara berupa tabungan di surga, yaitu:
1. Menyamarkan sedekah
2. Menyembunyikan musibah
3. Silaturahmi
4. Ucapan : “Laa haula walaa quwata illa billah” (Tiada daya dan tiada upaya kecuali berkat pertolongan Allah).(Riwayat Al Khatib melalui Ali k.w)

Pahala yang Tidak Ada Putusnya

Ada 4 macam orang yang pahalanya terus mengalir sesudah mereka mati, yaitu:
1. seseorang yang mati dalam keadaan murobith(bertugas) di jalan Allah
2. seseorang yang mengajarkan ilmu, dialirkan padanya pahala ilmunya yang diamalkan oleh orang lain
3. seseorang yang bersedekah, pahalanya dialirkan kepadanya selagi sedekahnya itu masih ada
4. seseoarang yang meninggalkan anak sholeh yang selalu mendoakannya
(Riwayat Imam Thabrani melalui Abu Umamah)

Sebarkan Salam

Sembahlah Allah Yang Maha Pemurah, berilah makan fakir miskin, sebarluaskanlah salam, niscaya anda masuk surge dengan selamat sejahtera.(Riwayat Turmudzi melalui Abu Hurairah r.a)

Balasan Bagi Pemerhati Anak

Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat suatu gedung yang dinamakan Darul Falah (gedung kegembiraan), gedung tersebut hanya dimasuki oleh orang-orang yang senang membuat anak-anak gembira.(Riwayat Ibnu Addi melalui Siti Aisyah r.a)

Memuliakan Nama Muhammad

Apabila kalian menamakan anak dengan nama Muhammad, maka muliakanlah dia dan berilah tempat duduk untuknya dalam majlis, serta janganlah kalian memburuk-burukkannya.(Riwayat Al Khatib melalui Ali r.a)

Rabu, 28 Desember 2011

Memberi Makan

Sedekah yang paling utama ialah kamu mengenyangkan (memberi makan)perut yang lapar.(Riwayat Baihaqi melalui Anas r.a)

Tanda Tahun Krisis

Apabila kalian melihat cahaya merah seperti tiang dari arah Timur pada bulan Ramadhan, maka simpanlah makanan untuk setahun bagi kalian, sesungguhnya hal itu pertanda tahun paceklik.(Riwayat Imam Thabrani)

Takbir Pemadam Kebakaran

Apabila kalian melihat kebakaran, bertakbirlah, karena sesungguhnya takbir dapat memadamkannya.(Riwayat Ibnu Asakir)

Sabtu, 24 Desember 2011

CARA MAKAN DAN MINUM NABI MUHAMMAD SAW

Ketahuilah, kenyang itu merupakan bid'ah yang mulai marak setelah abad pertama berlalu. Rasulullah saw ber¬sabda: "Tidaklah anak manusia mengisi suatu wadah yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak manusia itu beberapa suap yang dapat mendirikan tu¬lang punggungnya. Maka jika ia tidak dapat menguasai nafsunya, hendaklah sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas."

Keutamaan Belajar Bahasa Arab

Secara umum umat Islam sudah mengetahui keutamaan belajar bahasa arab, dan sangat paham sekali bahwa dua kitab pegangan Umat Islam adalah Alquran dan Alhadis adalah berbahasa arab. Bagaimana mungkin seorang muslim yang mengaku dirinya taat kepada Allah Swt, namun bukti ketaatan tersebut tidak diwujudkan dengan mempelajari bahasanya sebagai sarana memahami kitabNya dan Sunnah Rasul. Setiap sholat lima waktu, kita semua mengucapkan bacaan ayat-ayat alquran dan do’a.
Namun, ironisnya kebanyakan kita belum merasa butuh untuk memahaminya, seperti butuhnya makan dan minum. Sehingga diri merasa walaupun tidak belajarpun tidak masalah yang penting masih tetap sholat dan mengamalkan ajaran Islam.
Allah Swt berfirman :
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS 43:3)
Ibnu katsir berkata ketika menafsirkan surat Yusuf ayat 2 di atas: “Yang demikian itu (bahwa Al -Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab) karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu kitab yang paling mulia (yaitu Al-Qur’an) diturunkan kepada rosul yang paling mulia (yaitu: Rosulullah), dengan bahasa yang termulia (yaitu Bahasa Arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia (yaitu malaikat Jibril), ditambah kitab inipun diturunkan pada dataran yang paling mulia diatas muka bumi (yaitu tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang paling mulia (yaitu Romadhan), sehingga Al-Qur an menjadi sempurna dari segala sisi.” (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir surat Yusuf).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Berkata: “Sesungguhnya ketika Allah menurunkan kitab-Nya dan menjadikan Rasul-Nya sebagai penyampai risalah (Al-Kitab) dan Al-Hikmah (As-sunnah), serta menjadikan generasi awal agama ini berkomunikasi dengan bahasa Arab, maka tidak ada jalan lain dalam memahami dan mengetahui ajaran Islam kecuali dengan bahasa Arab. Oleh karena itu memahami bahasa Arab merupakan bagian dari agama. Keterbiasaan berkomunikasi dengan bahasa Arab mempermudah kaum muslimin memahami agama Allah dan menegakkan syi’ar-syi’ar agama ini, serta memudahkan dalam mencontoh generasi awal dari kaum Muhajirin dan Anshar dalam keseluruhan perkara mereka.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim).
Syaikh Utsaimin pernah ditanya: “Bolehkah seorang penuntut ilmu mempelajari bahasa Inggris untuk membantu dakwah ?” Beliau menjawab: “Aku berpendapat, mempelajari bahasa Inggris tidak diragukan lagi merupakan sebuah sarana. Bahasa Inggris menjadi sarana yang baik jika digunakan untuk tujuan yang baik, dan akan menjadi jelek jika digunakan untuk tujuan yang jelek. Namun yang harus dihindari adalah menjadikan bahasa Inggris sebagai pengganti bahasa Arab karena hal itu tidak boleh. Aku mendengar sebagian orang bodoh berbicara dengan bahasa Inggris sebagai pengganti bahasa Arab, bahkan sebagian mereka yang tertipu lagi mengekor (meniru-niru), mengajarkan anak-anak mereka ucapan “selamat berpisah” bukan dengan bahasa kaum muslimin. Mereka mengajarkan anak-anak mereka berkata “bye-bye” ketika akan berpisah dan yang semisalnya. Mengganti bahasa Arab, bahasa Al-Qur’an dan bahasa yang paling mulia, dengan bahasa Inggris adalah haram. Adapun menggunakan bahasa Inggris sebagai sarana untuk berdakwah maka tidak diragukan lagi kebolehannya bahwa kadang-kadang hal itu bisa menjadi wajib. Walaupun aku tidak mempelajari bahasa Inggris namun aku berangan-angan mempelajarinya. terkadang aku merasa sangat perlu bahasa Inggris karena penterjemah tidak mungkin bisa mengungkapkan apa yang ada di hatiku secara sempurna.” (Kitabul ‘Ilmi).
Semoga kita diberi kelapangan oleh Allah sehingga kita mampu mempelajari bahasa arab dan Agama Islam dengan sempurna. Sebagai penutup pada tulisan ini saya ingin menyampaikan pesan Rasulullah Saw : “Cintailah bahasa Arab karena tiga hal, yaitu bahwa saya adalah orang Arab, bahwa Al Qur’an adalah bahasa Arab, dan bahasa penghuni surga adalah bahasa Arab” (HR. Al Thabrani).

Jumat, 23 Desember 2011

Bernyanyi Saja Dapat Cegah Kepikunan, Apalagi Ngaji!

Sebuah temuan terbaru menunjukkan aktivitas sederhana seperti bernyayi, bermain teka-teki dan bowling bisa menghambat penurunan fungsi otak (demensia) alias kepikunan.

Dalam penelitian ini ditemukan, mereka yang rutin melakukan aktivitas ini diduga bisa membuat otak lebih 'awet muda' dibandingkan dengan orang yang hanya mengandalkan obat anti-demensia saja.

Aktivitas yang dilakukan selama dua jam ini bisa sebagai alternatif terapi penderita demensia ringan sampai sedang. Para peneliti mengambil kesimpulan ini setelah mempelajari efek dari program yang dirancang khusus pada penduduk dengan berbagai tingkat demensia di panti jompo di Bavaria. Mereka membandingkan orang-orang yang rutin melakukan aktivitas ini dan mereka yang biasa mengkonsumsi obat anti demensia. Dampak aktivitas ini cukup membawa perubahan yang signifikan.

Menurut sang peneliti Profesor Elmar Graessel, aktivitas dilakukan secara rutin, akan membawa efek yang sama baiknya dengan mengonsumsi obat pencegah pikun. Seperti Aricept dan Exelon. Demikian hasil penelitian yang diterbitkan di Jurnal BioMed Central Medicine.

Sementara itu, Dr Marie Janson, direktur perkembangan Alzheimers Research Inggris, mengatakan, "Jika kesimpulan ini bisa ditiru di studi besar-besaran, ini sangat bisa memperbaiki jiwa orang dengan dementia." .
“Jika temuan ini dapat direplikasi dalam studi beskala besar, ini bisa sangat meningkatkan kehidupan orang-orang dengan demensia," ujarnya dikutip Independent Online, (06/12/2011).

Hal itu menegaskan teori bahwa menjaga otak tetap aktif merupakan cara efektif membantu menjaga kesehatan. Aktivitas ini bisa menghambat demensia setidaknya hingga satu tahun. "Efek kemampuan mereka untuk melakukan tugas sehari-hari dua kali lebih baik dibandingkan dengan orang yang hanya mengonsumsi obat pencegah demensia," ujar dia.

Keutamaan al-Quran

Belum lama ini, sebuah hasil penelitian ilmiah di Universitas al-Imam Muhammad bin Sa'ud al-Islamiyyah membuktikan ketika semaki banyak kadar hafalan al-Qur'an siswa meningkat maka akan meningkat pula kesehatan jiwanya.

Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Shalih bin Ibrahim, professor ilmu Kesehatan Jiwa, terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama, para mahasiswa-mahasiswi Universitas Malik abdul Aziz di Jeddah. Dan kelompok kedua, mahasiswa-mahasiswi di Ma'had al-Imam asy-Syatibi li ad-Dirasah al-Qur'aniyyah, Jeddah. Hasilnya, mahasiswa yang memiliki hafalan yang bagus memiliki kesehatan jiwa yang jauh lebih tinggi.

Sebelum adanya penelitian ini, Nabi kita Muhammad Salallahu ‘alaihi Wassalam pernah mengatakan, "Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur'an dan mengajarkannya." [HR. Bukhari]

Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, ’’Barangsiapa membaca al-Quran dan menghafalnya,menganggap halal apa yang di halalkan di dalam al-Quran, dan menganggap haram apa yang di haramkannya,maka Allah Subhanahu wata’ala akan memasukkannya kedalam Surga dan Allah menjaminnya untuk memberi syafa’at kepada sepuluh orang ahli keluarganya yang akan dicampakkan ke dalam api neraka.’’ [HR. Imam Ahmad dan Tirmidzi].

Rasulullah saw bersabda, ’’Wahai ahli- ahli al-Quran, janganlah kalian menggunakan Al Quran sebagai bantal tetapi hendaknya kamu membacanya dengan teratur siang dan malam,sebarkanlah kitab suci itu, bacalah dengan suara yang merdudan pikirkanlah isi kandungannya! Dengan begini kamu akan mendapat kejayaan, janganlah kamu minta di segerakan ganjarannya (dalam dunia) karena ia mempunyai ganjaran (yang sangat besar di akhirat)." [HR.Imam Baihaqi].

Nah, jika menyanyi kan lagu saja bisa membantu kepikunan, apalagi membaca sekaligus menghapal al-Quran yang jauh lebih luas dampaknya. *

Ilmu Dulu Baru Amal...

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal. (Muhammad [47]: 19).
Mukaddimah
Ayat ini terdapat dalam surat al-Qital (perang) atau lebih terkenal dengan sebutan surat Muhammad. Disebut al-Qital, sebab di dalamnya banyak mengisahkan tentang syariat perang. Surat ini termasuk Madaniyah (surat yang turun setelah peristiwa hijrah ke Madinah).
Dalam riwayat lain, perintah fa’lam dimaknai sebagai perintah untuk tetap istiqamah dalam berislam. Hal ini terkait ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) mendapat kabar tentang keadaan kaum kuffar dan mukminin, ia lalu memerintahkan para sahabat untuk tetap tsabat (kokoh) di atas jalan keimanan, senantiasa merawat keikhlasan dan terus beristighfar dalam meniti perjuangan keimanan ini. (Tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Imam al-Qurthubi).
Makna Ayat
Meski ayat ini berisi perintah kepada Nabi SAW, tapi sesungguhnya ibrah (pelajaran) yang terkandung tetap berlaku bagi seluruh orang beriman.
Ayat ini memerintahkan Nabi SAW akan dua hal utama dalam berislam: menuntut ilmu dan istighfar (memohon ampun) kepada Allah. Dalam perspektif Islam, iman dan ilmu adalah hal yang tak terpisahkan. Keduanya saling terkait dan menguatkan satu sama lain. Seseorang tak bisa mencapai derajat iman (yakin) dalam hidupnya jika ia tidak memiliki ilmu yang memadai. Tetapi ilmu yang dipunyai bisa berubah menjadi bumerang dan fatal, jika pengetahuan dan kepintaran itu tidak didasari dengan keimanan yang kuat. Alih-alih menjadi ilmu yang bermanfaat bagi orang lain, tapi ilmu itu malah bisa menghancurkan dirinya dan merusak orang lain.
Realitas di tengah masyarakat menjadi cermin utuh ketika dua pilar tersebut tidak bersinergi dalam diri seorang Muslim. Dengan mudahnya seorang Muslim yang awam rela menukar keyakinannya hanya dengan segelintir tawaran murahan saja. Di sisi lain, tak sedikit perbuatan tak bermoral justru lahir dari mereka yang selama ini sangat paham tentang ilmu itu sendiri. Mereka yang melakukan perbuatan menyimpang hukum adalah kumpulan orang-orang yang sangat mengerti teori hukum tersebut. Inilah ironi ketika ilmu tersebut tak bermodal keimanan. Ilmu itu akan tumbuh liar tak terkendali tanpa bisa dikekang oleh pemiliknya.
Ilmu dan Tauhid
Sufyan bin Uyainah, seorang ulama salaf yang kesohor dengan keluasan ilmunya menjelaskan, pada ayat ini Allah mengisyaratkan adanya sinergi ilmu dan iman itu. Kata fa’lam (perintah berilmu) tidak lain diiringi kata setelahnya wastaghfir (perintah beramal). Hal itu juga terlihat dalam banyak ayat ketika Allah menggandeng perintah berilmu dan beramal. Sebut saja misalnya, dalam surah al-Hadid [57] ayat 20 dan 21. “I’lamu” (perintah berilmu) dan “sabiqu” (perintah beramal) dan surah al-Anfal [8] ayat 41. “Wa’lamu” (perintah berilmu) dan “fa anna lillahi khumusahu” (perintah beramal). (Tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Imam al-Qurthubi).
Dengan paradigma di atas, maka tak heran jika Nabi SAW menegaskan kalau setiap Muslim tak bisa lepas dari menuntut ilmu. Ia hukumnya wajib tanpa bisa ditawar lagi. Sedang ilmu yang paling pokok dipelajari tidak lain adalah ilmu tauhid. Hal ini tidak mengherankan, sebab kalimat inilah yang memisahkan seseorang dari garis keimanan dengan kekufuruan. Ilmu tauhid ini pula yang menjadi pondasi bagi setiap amalan seseorang hingga nantinya perbuatan yang ia kerjakan tidak sia-sia dan bernilai positif di mata Allah Subhanahu wa Ta’ala kelak.
Perbanyak Istighfar
Dalam ajaran Islam, istighfar tidak sekadar perintah dan kewajiban. Tapi ia sekaligus kebutuhan mutlak bagi seorang Muslim. Sebab, manusia yang terlahir dengan segala kelemahan dan keterbatasan tersebut, justru mendapat amanah yang paling berat dari Sang Khaliq Allah Ta’ala. Sebagai hamba, manusia punya kewajiban mengabdikan dirinya kepada Allah, sekaligus ia menjadi wakil (khalifah) dalam mengurus dunia dan kehidupan ini.
Dalam hal ini, Rasulullah SAW memberikan panutan yang sangat mulia, meski seluruh perbuatannya telah mendapat garansi ampunan selamanya, tapi hal itu tak menghalangi Rasulullah SAW untuk membasahi lidahnya dengan zikir istighfar. Sahabat Abu Hurairah meriwayatkan, jika Rasulullah SAW beristighfar hingga sebanyak tujuh puluh kali dalam sehari semalam. (Riwayat al-Bukhari).
Imam al-Qurthubi menjelaskan, setidaknya ada dua faidah dibalik perintah istighfar tersebut. Pertama, perbanyaklah istighfar atas segala kekhilafan yang kamu lakukan, baik disengaja maupun tidak disengaja. Kedua, perbanyaklah istighfar, sebab dengannya Allah berkenan menghindarkan seorang hamba dari perbuatan dosa dan maksiat.
Tak cuma itu, ucapan istighfar bahkan bisa menjadi amunisi utama seorang Muslim dalam menghancurkan tipu daya iblis selama ini. Abu Bakar as-Shiddiq menanggapi ayat ini dengan berkata: “Hendaklah kalian bertauhid dengan sungguh-sungguh dan beristighfar. Perbanyaklah keduanya, sebab iblis pernah mengakui keampuhan ucapan mulia itu. Ia berkata: ‘Saya membinasakan manusia dengan dosa-dosa, tetapi sesungguhnya mereka juga sanggup membinasakanku. Tak lain dengan ucapan la ilaha illallah (tauhid) dan istighfar. Ketika saya mengetahui hal tersebut, saya lalu menggelincirkannya dengan hawa nafsu. Alhasil manusia menyangka mereka telah mendapatkan hidayah sedang mereka tertipu.”
Tak Cukup Buat Diri Sendiri
Syariat Islam sebagai agama yang memperhatikan aspek sosial mengajarkan kepada umatnya untuk tidak bersikap ego dan hanya memikirkan diri sendiri. Karenanya, selain perintah untuk memohon ampun buat diri sendiri, Islam juga menyuruh untuk senantiasa mendoakan kebaikan bagi saudara yang lain.
Ayat ini juga menegaskan kemurahan Allah kepada umat Islam, tidak kepada umat sebelumnya. Dimana Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk mendoakan kebaikan bagi seluruh kaum Muslimin. Sedang Rasulullah SAW sendiri sudah mendapat jaminan langsung sebagai as-Syafi’ (pemberi syafaat) pada Hari Kiamat nanti. Rasulullah SAW adalah orang yang dijamin doanya dikabulkan oleh Allah.
Imam as-Sa’di menambahkan, sekiranya seorang Muslim diperintahkan memohonkan ampun bagi dosa-dosa saudaranya, maka tentunya perkara yang lebih utama adalah menasihati dan menolong mereka dalam kebaikan. Mencintai sesama Muslim layaknya ia cinta kepada dirinya sendiri. Seorang Muslim juga wajib membenci keburukan jika itu terjadi pada saudaranya, seperti ia tidak menginginkan keburukan itu terjadi pada dirinya sendiri.
Ketika syariat-syariat di atas terjalin dengan baik, maka dengan sendirinya ia menjadikan kekuatan kaum Muslimin semakin kokoh dan solid. Tak ada lagi pertentangan yang justru hanya memecah keutuhan dan kekuatan umat Islam. Sebab, orang yang sanggup mendoakan orang lain adalah orang yang sudah berhasil mengalahkan thagha (rasa sombong) dan ego yang ia miliki. Ia tak bisa mendoakan jika tidak berangkat dari hati yang bersih.

Shuhaib bin Sinan, Sang Pendamping Setia Rasulullah

RASULULLAH Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata bahwa orang-orang yang paling pertama dan utama masuk Islam ada empat. Pertama, Rasullulah sendiri, sebagai tokoh dari Arab. Kedua, Shuhaib bin Sinan sebagai tokoh dari Romawi. Ketiga, Bilal sebagai tokoh dari Abyssina. Dan keempat, Salman al-Farisi sebagai tokoh dari Farsi.

Shuhaib bin Sinan memang berasal dari Romawi. Bahkan, nama al-Rumi yang kerap digandengkan kepada namanya berasal dari kata Romawi. Namun, catatan sejarah menunjukkan, nenek moyang Shuhaib sebetulnya berasal dari Arab, dan merupakan keluarga terhormat.

Nenek moyang Shuhaib pindah ke Iraq jauh sebelum datangnya Islam. Di negeri ini, ayah Shuhaib diangkat menjadi hakim dan walikota oleh Kisra, Raja Persia . Shuhaib dan orangtuanya tinggal di istana yang terletak di pinggir sungai Eufrat ke arah hilir Jazirah dan Mosul . Mereka hidup dalam keadaan senang dan bahagia.

Suatu ketika datang orang-orang Romawi menyerbu dan menawan sejumlah penduduk, termasuk Shuhaib. Setelah ditawan, Shuhaib dijualbelikan sebagai budak dari satu saudagar ke saudagar lain. Ia menghabiskan masa kanak-kanak dan permulaan masa remaja di Romawi sebagai budak. Akibatnya, dialeknya pun sudah seperti orang Romawi.

Pengembaraannya yang panjang sebagai budak akhirnya berakhir di Makkah. Majikannya yang terakhir membebaskan Shuhaib karena melihat kecerdasan, kerajinan, dan kejujuran Shuhaib. Bahkan, sang majikan memberikan kesempatan kepadanya untuk berniaga bersama.

Memeluk Islam

Perihal keislaman Shuhaib, diceritakan oleh sahabatnya, 'Ammar bin Yasir. Suatu ketika, 'Ammar berjumpa Shuhaib di muka pintu rumah Arqam bin Abu Arqam. Saat itu Rasulullah masih berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah tersebut.

“Kamu mau kemana?” tanya `Amar.

Shuhaib balik bertanya, “Dan kamu hendak kemana?”

“Aku mau menjumpai Rasulullah untuk mendengarkan ucapannya,” jawab 'Ammar.

“Aku juga mau menjumpainya,” ujar Shuhaib pula.

Lalu mereka masuk ke dalam rumah Arqam menemui Rasulullah. Keduanya mendengar secara khidmat penjelasan tentang aqidah Islam hingga petang hari. Setelah itu, keduanya menyatakan diri memeluk Islam. Secara sembunyi-sembunyi mereka kemudian keluar dari rumah itu.

Hijrah

Ketika Rasulullah hendak berhijrah ke Madinah, Shuhaib ikut serta. Ada yang mencatat bahwa Shuhaib telah menyembunyikan segala emas, perak, dan kekayaan yang dimilikinya sebagai hasil perniagaan bertahun-tahun di Makkah sebelum pergi hijrah. Catatan lain menyebutkan bahwa harta tersebut hendak ia bawa ke Madinah.

Rencananya, Shuhaib akan menjadi orang ketiga yang akan berangkat ke Madinah setelah Rasulullah dan Abu Bakar. Namun, orang-orang Quraisy telah mengetahui rencana tersebut. Mereka mengatur segala persiapan guna menggagalkannya.

Ketika hijrah akan dilakukan, pasukan Quraisy menyerbu. Malang nasib Shuhaib. Ia masuk perangkap dan tertawan. Akibatnya, kepergian Shuhaib ke Madinah tertunda, sementara para sahabat yang lain bisa meloloskan diri.

Saat orang-orang Quraisy lengah, Shuhaib langsung naik ke punggung unta dan memacu sekencang-kencangnya menuju gurun yang luas. Tentara Quraisy segera memburu dan hampir berhasil menyusulnya. Tiba-tiba Shuhaib berhenti dan berteriak:

“Hai orang-orang Quraisy, kalian mengetahui bahwa aku adalah ahli panah yang paling mahir. Demi Allah, kalian tak akan berhasil mendekatiku sebelum kulepaskan semua anak panah yang berada dalam kantong ini. Dan setelah itu aku akan menggunakan pedang untuk menebas kalian sampai senjata di tangan ini habis semua. Nah, majulah ke sini kalau kalian berani! Tetapi kalau kalian setuju, aku akan tunjukkan tempat penyimpanan harta benda milikku asal kalian membiarkan aku pergi.”

Ibnu Mardaweh meriwayatkan dari Utsman an-Nahdiy dari Shuhaib bahwa pasukan Quraisy saat itu berkata, “Hai Shuhaib, dulu kamu datang kepada kami tanpa harta. Sekarang kamu hendak pergi hijrah sambil membawa pergi hartamu? Hal ini tidak boleh terjadi.”

“Apakah kalian menerima tawaranku?”

Tentara Quraisy akhirnya tertarik dan sepakat untuk melepaskan Shuhaib sekaligus menerima imbalan harta. Reputasi Shuhaib sebagai orang jujur selama ini telah membuat tentara Quraisy itu percaya bahwa Shuhaib tak akan berbohong.

Setelah kaum Quraisy balik arah, lalu melanjutkan perjalanan seorang diri hingga menyusul Rasulullah yang sedang berada di Quba’.

Waktu itu Rasulullah sedang duduk dikelilingi para sahabat. Ketika mendengar salam dari Shuhaib, Nabi langsung berseru gembira, “Beruntung perdaganganmu, hai Abu Yahya!” Ucapan itu diulangnya sampai dua kali.

Beberapa saat kemudian turunlah Surat Al-Baqarah ayat 207. Ibnu Abbas, Anas bin Musayyab, Abu Utsman an-Nahdiy, Ikrimah, dan yang lain berkata, ayat ini diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berkenaan dengan peristiwa yang menimpa Shuhaib. Sementara kebanyakan ulama berpendapat, ayat ini umum untuk setiap mujahid yang berperang di jalan Allah, seperti halnya fiman Allah dalam Surat at-Taubah ayat 111: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji benar Allah dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur`an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain Allah)? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”

Sebuah catatan menunjukkan, Shuhaib baru mengetahui turunnya ayat mengenai dirinya setelah bertemu Umar bin Khattab dan kawan-kawannya di Tharf al-Hurrah. Mereka berkata pada Shuhaib, “Perniagaanmu beruntung.”

“Kalian sendiri bagaimana? Saya tidak merugikan perniagaanmu di jalan Allah. Apa yang kalian maksud dengan perniagaanku beruntung?” tanya Shuhaib.

Para sahabat kemudian memberitahu bahwa Allah telah menurunkan ayat yang berkaitan dengan dia.

Pendamping Setia

Setelah hijrah, Shuhaib menjadi pendamping setia Rasulullah. Ia dikenal berani dan andal menggunakan lembing dan panah.

Shuhaib pernah berkata, “Tidak ada sesuatu peperangan yang dilakukan Rasulullah dengan pihak lain yang aku tidak ada di sampingnya. Tidak pernah suatu perjanjian yang dibuat Rasulullah dengan pihak lain yang aku tidak ada di sampingnya. Tidak pernah suatu angkatan perang yang disiapkan oleh Rasulullah untuk pergi bertempur yang aku tidak ada di dalamnya. Tidak ada sesuatu peperangan yang sedang berkecamuk yang aku tidak ada di kanan kiri baginda. Tidak pernah terjadi sesuatu persiapan untuk mengirim bantuan yang aku tidak hadir di tempat itu. Pendek kata, aku adalah orang yang berdiri di tengah-tengah antara musuh dan Rasulullah.”

Setelah Rasulullah wafat, Shuhaib menyumbangkan baktinya kepada Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar bin Khaththab ketika keduanya menjadi khalifah. Ketika Umar ditikam dari belakang saat memimpin shalat Shubuh, Shuhaib langsung ditunjuk sebagai pengganti imam.

Kata Umar, “Shalatlah kalian bersama Shuhaib.” Padahal saat itu kaum Muslimin belum memutuskan siapakah yang bakal menggantikan Umar sebagai khalifah.

Selanjutnya, Umar berkata, “Jangan kalian takut kepada Shuhaib karena dia seorang maula (hamba yang dimerdekakan). Dia tidak akan memperebutkan jabatan khalifah ini.”*
Rep: Sahid
Red: Cholis Akbar

Kamis, 22 Desember 2011

Menjadi Kaya Juga Perlu, Tapi...

SEORANG Muslim tidak sepatutnya mengkondisikan dirinya hidup dalam kekurangan harta. Apalagi hidup pasif tanpa usaha dan selalu meminta-minta. Ia harus berupaya mencari karunia Allah berupa perbendaharaan harta untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT. Dengan cara demikian, maka setiap Muslim akan mampu berkontribusi (secara finansial) dalam upaya-upaya strategis guna memajukan kondisi ummat Islam di segala sektor.

Dalam sejarah kita bisa lihat bagaimana Utsman bin Affan, saudagar Muslim pertama yang menjadi sahabat utama rasulullah saw setelah Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar justru memberikan seluruh kekayaannya untuk perjuangan Islam. Tatkala ditanya oleh nabi, “Apa yang anda sisakan untuk keluarga anda?” Dengan tegas Abu Bakar menjawab, “Cukup Allah dan rasul-Nya.” Demikian pula dengan Abdurrahman bin Auf, saudagar Muslim terkaya di Madinah yang menyumbangkan banyak sekali hartanya untuk perjuangan ummat Islam.

Seorang Muslim boleh untuk mengkondisikan dirinya dalam kekurangan apabila memang ada alasan yang bisa menguatkan iman dan dalam rangka memberikan teladan. Sebagaimana Umar bin Khattab, Ali bin Abu Thalib, Salman al-Farisi, dan tentu siapalagi kalau bukan tauladan kita Rasulullah Muhammad Salallahu alaihi wassalam.

Beliau-beliau itu ingin memberikan contoh agar para pemimpin tidak terlena dengan jabatan yang diembannya, sehingga terperosok dalam kelalaian dan kesombongan. Sementara rakyat dibiarkan miskin, bodoh, nganggur, dan tercerai-berai.

Salman al-Farisi misalnya, sekalipun beliau memegang amanah sebagai gubernur, saat wafat, pakaian yang digunakannya tidak kurang dari seratus tambalan.

Demikian pula Umar bin Khattab, tatkala protokoler kekhilafahan hendak mengganti piring makannya yang sudah kurang layak, Umar menolak. Bahkan hari-hari Umar tidak mau duduk manis di kantor pribadinya. Ia lebih suka berkeliling melihat kondisi rakyatnya, tidur di atas pelepah daun kurma dan bercengkrama dengan rakyatnya.

Perilaku Umar dan Salman Al-Farisi adalah perilaku mulia yang dimiliki seorang pemimpin. Tapi ingat keduanya adalah seorang Muslim yang kaya hati, cerdas, memiliki ilmu, dan tentu kokoh aqidah dan keimanannya. Jika kita mengambil sikap seperti itu, kemudian tidak memiliki kekuatan ilmu dan kekuatan aqidah dan iman yang benar, maka kelirulah sikap tersebut.

Lalu bagaimana bagi kita yang bukan pemimpin publik laksana Umar atau pun Salman al-Farisi? Sikap Abdurrahman bin Auf layak untuk kita teladani.

Miliki Skill

Hampir semua orang mafhum bahwa Abdurrahman bin Auf adalah kaum Muhajirin yang dengan tegas menolak tawaran baik dari saudaranya dari kalangan Anshar. Tawaran pun bukan sekedar tawaran. Mungkin bagi anggota DPR jika tawaran itu diberikan secara cuma-cuma akan diterimanya dengan senang hati. Bagaimana tidak Abdurrahman bin Auf ditawari rumah, tanah, istri, dan perkebunan.

Dengan tegas Abdurrahman bin Auf hanya mengatakan, “Tunjukkan kepadaku dimana pasar!”

Mengapa Abdurrahman bin Auf menolak tawaran yang sangat menggiurkan itu? Dua hal yang dapat kita simpulkan. Pertama ia hanya ingin bergantung kepada Allah dan ingin membuktikan bahwa hijrah baginya adalah gerbang untuk menang. Kedua, Abdurrahman bin Auf ingin mengajarkan kepada kita seorang mukmin “haram” hukumnya menjadi pemalas. Abdurrahman punya skill (keahlian) yang baik di bidang bisnis, niaga ataupun perdagangan. Karena itu, beliau minta ditunjukkan tempat perdagangan, yakni pasar.

Dalam tempo yang tidak begitu lama, pasar di Madinah sudah berhasil dikuasainya. Bahkan dalam riwayat dijabarkan bahwa suat ketika, di Madinah terlihat debu tebal yang mengepul ke udara berarak dari tempat ketinggian di batas kota, debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpal hingga nyaris mentutup ufuk pandangan mata.

Peristiwa itu menjadikan penduduk sempat salah tanggap. Dikira ada angin ribut yang menyapu dan menerbangkan pasir. Namun tak lama kemudian terdengarlah suara hiruk pikuk, yang memberi tanda bahwa ada kafilah besar panjang sedang menuju pusat Madinah. Ternyata, tidak kurang dari 700 kendaraan yang sarat muatan memenuhi jalan-jalan kota Madinah. Itulah kafilah Abdurrahman bin Auf.

Subhanallah, ternyata 700 kendaraan itu tak sampai kerumah Abdurrahman bin Auf. Segera Abdurrahman bin Auf berkata, “Kafilah ini dengan semua muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya, kupersembahkan di jalan Allah Azza Wajalla”. Lalu dibagikanlah seluruh hasil perniagaan Abdurrahman bin Auf itu kepada seluruh penduduk Madinah.

Riwayat menyebutkan pula bahwa ada tiga hal yang sering dilakukan oleh Abdurrahman bin Auf. Bila tidak sedang shalat di masjid, dan juga tidak sedang berjihad di jalan Allah maka ia sedang serius mengurusi perniagaannya.

Apabila kita mampu memiliki skill sebagaimana Abdurrahman bin Auf lalu dengan teguh hati memegang aqidah Islam. Menjadikan harta yang dimiliki sebagai sarana mendapat ridha Allah, tentu kebahagiaan hakiki-lah baginya.

Allah berfirman,

الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ ثُمَّ لاَ يُتْبِعُونَ مَا أَنفَقُواُ مَنّاً وَلاَ أَذًى لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah (2) ; 262).

Dalam konteks kekinian dan ini mendesak, harus ada di antara ummat Islam yang ahli di bidang ekonomi, bisnis, perniagaan dan perdagangan. Sebagaimana telah diteladankan oleh rasulullah saw dan Abdurrahman bin Auf. Dan, hal tersebut saat ini sangat dibutuhkan. Bagaimana tidak ummat Islam Indonesia hari ini menjadi mangsa pasar negara-negara industri. Inilah yang oleh para pemikir disebut dengan “Global Economic War” atau “Ghazwatul Iqtishodiyah” (perang ekonomi).

Dengan demikian skill itu perlu dan harus dipelajari bahkan sampai dikuasai secara sempurna. Harus ada di antara ummat Islam yang pakar IT juga pakar hadis. Harus ada yang pakar tafsir yang juga ahli ekonomi. Prinsipnya harus ada skill yang dapat kita andalkan untuk turut serta jihad fi sabilillah.

Akhirul kata, harus ada ummat Islam yang kaya, karena kaya itu juga perlu. Tapi harus diingat, ummat Islam harus kaya sejati, yaitu kaya ilmu, kaya iman, dan kaya harta. Hal itu sangat diperlukan untuk menyelamatkan ummat Islam dari kekufuran. Sebab ada hadis nabi yang menegaskan bahwa kefakiran mendekati kekufuran.

Jadi kaya seperti apa yang diharapkan Islam? Seorang yang kaya raya seperti Siti Hadijah atau Usman bin Affan. Khadijah adalah seorang pengusaha kaya raya. Sebelum menikah dengan Nabi Muhammad, beliau adalah pegadang sukses. Hanya saja, kekayaan Siti Khadijah rela dikorbankan untuk mendukung perjuangan dan Islam. Wajar jika Nabi menyebut Khadijah salah satu penghuni syurga.

Ketika Jibril as datang kepada Nabi saw, dia berkata: "Wahai, Rasulullah, inilah Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah dan makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari Tuhannya dan aku, dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga dari mutiara yang tiada keributan di dalamnya dan tidak ada kepayahan." [HR. Bukhari].


Hingga Khadijah telah tiadapun, Nabi senantiasa mengenangnya. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Salallahu alaihi wassalam bersabda: "Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar, dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan dan dia menolongku dengan hartanya ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa."

Itulah Khadijah yang telah berjuang dengan harta dan kekayaannya. Begitu pula sahabat-sahabat Nabi lain yang telah dijamin syurga atas hartanya.

Abu Hurairah pernah berkata; "Utsman bin Affan sudah membeli surga dari Rasulullah dua kali; pertama ketika mendermakan hartanya untuk mengirimkan pasukan ke medan perang, Kedua ketika membeli sumber air (dari Raimah)." (HR: Tirmizi)

Usman telah menyumbang 20.000 ribu dirham untuk sumur milik orang Yahudi. Di perang Tabuk, Usman telah berinfak 300 unta dan 1.000 dirham.

Adapula kisah sahabat Abdurrahman bin Auf. Ia berinfak sebanyak dua ratus uqiyah ketika perang Tabuk. Ketika Rasulullah menanyakan apa yang ia tinggalakan untuk keluarganya, maka Abdurrahman menjawab, "Ada, ya Rasulullah. Mereka saya tinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripda yang saya sumbangkan." "Berapa?" Tanya Rasulullah. Abdurrahman menjawab, "Sebanyak rizki, kebaikan, dan upah yang dijanjikan Allah."

Allah SWT berfirman:

مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَ يُبْخَسُونَ
أُوْلَـئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلاَّ النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ

“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia ini tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud[11]: 15-16).

Allah tak melarang kita mengumpulkan kekayaan, bahkan pasti akan diberikan Allah apa yang kita inginkan itu, kecuali pahala dan syurga Nya.

Karenanya, Rasulullah Salallahu alaihi wassalam bersabda: “Sesungguhnya dunia itu dilaknat, berikut segenap isinya juga dilaknat, kecuali jika disertai untuk tujuan kepada Allah SWT.” (Al Hadits).
Nah, pada akhirnya, kaya sangat tidak dilarang. Bahkan dianjurkan jika itu untuk dakwah dan perjuangan serta berinfaq membantu fakir dan miskin.
Wallahu a’lam.*/Imam Nawawi

Riba dan Makanan Haram Menutup Semua Pintu Doamu!

KITA sering kali merasa sudah lengkap berdoa. Terkadang bahkan merasa telah lelah bermemunajat, namun mengapa Allah tidak pula memperkenankan. Permohonan dan permintaan tidak pula Dia kabulkan. Kadang kecewa dan putus asa bila demikian adanya. Bahkan timbul penilaian, Allah telah ingkar janji dengan perkataan-Nya sendiri. Padahal Dia telah menyatakan, "Ud'uunii astajiblakum", berdoalah kepada-Ku, niscaya Ku-kabulkan. Tapi mana buktinya!

Inilah ucapan orang-orang yang tidak pernah mempelajari Al-Qur'an dan Al Hadits. Mereka tidak mengerti bahwa berdoa itu tidak dikerjakan secara sembrono dan sembarangan, tetapi perlu adab-adab dan syarat-syarat tertentu. Mereka menganggap berdoa itu pekerjaan yang sepele dan gampang. Sehingga mereka sering meremehkan dan akibatnya doa tak pernah terkabulkan. Kemudian timbul persangkaan buruk kepada Allah.

Jadi, apa yang menyebabkan doa tidak dikabulkan? banyak hal yang menyebabkan permohonan dan permintaan tidak dikabulkan? Banyak hal yang menyebabkan permohonan dan permintaan tidak diperkenankan Allah. Sudahkan kita menghindari perut kita dari makanan dan minuman yang diharamkan Allah? Bila masih tatap saja perut kita terisi dengan hal-hal yang haram, tentulah doa yang kita panjatkan tak pernah Allah kabulkan.

Sesuap makanan saja, akan mengakibatkan doa kita selama 40 hari tidak terkabul, apabila bila makanan haram yang masuk ke perut kita lebih dari sesuap bahkan berkali-kali sehingga tak terhitung lagi, sudah tentu sampai matipun kita berdoa, Allah tak akan mengabulkannya.

Pada suatu hari Saad bin Abi Waqqas bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, doakan aku kepada Allah agar aku dijadikan Allah orang yang makbul doanya." Rasulullah menjawab, "Hai Saad, makanlah yang baik, (halal) tentu engkau menjadi orang yang makbul doanya. Demi Allah yang memegang jiwa Muhammad, sesungguhnya seorang yang pernah melemparkan sesuap makanan haram ke dalam mulutnya (perutnya), maka tidaklah akan dikabulkan doanya selama selama 40 hari. Siapa saja manusia yang dagingnya tumbuh dari makanan yang haram, maka nerakalah yang berhak untuk orang itu." (HR. Alhaafidh Abubakar bin Mardawih dikutip oleh Alhaafidh Ibnu Kathin dalam tafsirnya).

Untuk itu agar doa dikabulkan Allah, perlu pengetahuan dalam tata cara berdoa yang diberitakan Rasulullah. Bagaimana sunnahnya agar permohonan dan permintaan diperkenankan.

Langkah pertama, hindari perut dari kemasukan barang-barang haram.

Jangan sampai sesuap pun makanan haram yang kita telan. Jangan setegukpun minuman haram yang kita minum. Selektiflah dalam memilih makanan, yang meragukan sebaiknya ditinggalkan. Pilih saja makanan atau minuman yang benar-benar halal dan baik.
Allah berfirman, "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan, karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. al-Baqarah : 168)

Memakan makanan yang halal dan baik merupakan salah satu bentuk dari ketaatan kita kepada Allah dalam memenuhi segala perintah-Nya. Bila kita selalu taat kepada Allah dan dalam mengarungi kehidupan ini senantiasa berada dalam kebenaran, tentulah segala apa yang kita mohon, kita panjatkan, dan kita minta pastilah Allah akan mengabulkannya.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
"Aku mengabulkan mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepadaku maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintahKu dan hendaklah mereka berikan kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. al-Baqarah :186)

Langkah kedua, karena doa ini pekerjaan yang agung dan sangat utama, sebagai inti ibadah, maka dalam pelaksanaannya harus khusyu'dan serius tidak dengan main-main. Usahakan dalam berdoa ini dengan penuh keyakinan, penuh harap dan rasa takut. Merendahkan diri dengan suara yang lirih, tenang, tidak tergesa-gesa, dengan keimanan, dan tahu akan hakikat yang diminta.
Allah telah menyatakan;
ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
"Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang lembut .." (QS. al-A'raf : 55)

Langkah ketiga, mengetahui waktu-waktu doa dikabulkan. Walaupun berdoa ini bisa dilakukan sembarang waktu, namun ada waktu-waktu yang memang disunnahkan. Insya Allah pada waktu-waktu ini segala doa akan diperkenankan dan dikabulkan.

Di tengah malam yang sunyi di mana orang-orang terlelap dengan tidurnya, ditemani mimpi-mimpi, kita terjaga, berdiri, ruku', sujud, dan memunajat kepada-Nya dengan penuh kekhusyukan dan penuh harap, tentulah Allah akan mendengar dan memperkenankan ratapan, permintaan, dan permohonan kita.

Di akhir-akhir shalat fardhu, di waktu tahiyyat akhir (sebelum), adalah waktu-waktu yang sangat tepat untuk berdoa. Doa apa saja, yang mengarah pada kebaikan, tentu Allah akan mengabulkannya. Rasulullah SAW ditanya, "Pada waktu apa doa manusia lebih didengar Allah?" Lalu Rasulullah menjawab, "Pada tengah malam, pada akhir tiap shalat fardhu." (Mashabih Assunah).

Selain tengah malam dan akhir shalat fardhu, ada juga waktu-waktu yang dimakbulkan doanya sudah tidak diragukan lagi, dan ini pun merupakan sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Seperti di sepertiga malam sampai fajar, diantara adzan dan iqamat, di waktu sujud, di bulan Ramadhan, dan di malam lailatul qadar.

Langkah keempat, orang-orang tertentu yang dikabulkan doanya.

Walaupun setiap orang yang berdoa kepada Allah dengan sungguh-sungguh dan memenuhi persyaratan-persyaratannya akan dikabulkan, namun ada orang yang doanya dijamin diperkenankan Allah. Setiap ratapan doanya didengar dan dikabulkan. Segala permintaan dan permohonannya mesti diberikan tanpa terkecuali. Allah ridha kepada mereka dan begitu menaruh perhatian yang sangat. Allah istimewakan mereka, karena pengorbanan dan pengabdiannya yang tiada tara, akhlak yang mulia dan juga ketabahannya dalam menapaki kebenaran.

Allah istimewakan kedua-orangtua yang mengasuh, mendidik, dan menafkahi anaknya dengan penuh kasih sayang. Mereka bimbing anaknya menuju jalan yang diridhai Allah, sampai usia anak dewasa. Orang tua seperti inilah yang segala permintaan dan permohonannya dikabulkan.

Musafir yang bepergian untuk maksud baik dan tujuan mulia, orang yang menolong orang lain yang dalam kesempitan, seorang muslim yang mendoakan teman-temannya yang tidak hadir, dan orang shalih, doanya akan diperkenankan dan dikabulkan Allah SWT. Seperti halnya orang tua yang mangasuh anaknya tadi.

Di samping orang-orang yang telah disebut di atas yang dikabulkan doanya, ada juga doa orang-orang yang diangkat Allah ke atas awan, dibukakan pintu langit, dan Allah tidak menolak doanya, yaitu orang yang berpuasa sampai dia berbuka, penguasa yang adil dan orang yang teraniaya.

"Ada tiga orang yang tidak ditolak doa mereka: orang yang berpuasa sampai dia berbuka, seorang penguasa yang adil, dan doa orang yang teraniaya. Doa mereka diangkat Allah ke atas awan dan dibukakan baginya pintu langit dan Allah bertitah, 'Demi keperkasaan-Ku, Aku akan memenangkanmu (menolongmu) meskipun tidak segera." (HR. Attirmidzi)

Dari rangkaian ulasan tentang doa di atas, nyatalah bahwa berdoa itu tidak sembarangan dan main-main, tapi memerlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi, sehingga janji-janji Allah yang akan mengabulkan doa-doa hamba-Nya akan menjadi kenyataan. namun harus diingat bahwa Allah dalam mengabulkan doa seseorang hamba, ada yang langsung terkabul di dunia, ada yang ditabung sampai di akhirat, dan ada pula diganti dengan mencegahnya dari bencana.

Kelima, adalah masalah riba

Allah sangat membenci riba dan inilah yang sering menjadi penghalang pintu doa kita kepada Allah.

Dalam Surat Ali Imran 130 yang bunyinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.“

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda, “Ada seorang yang menengadahkan tangannya ke langit berdoa, “Ya Rabbi, Ya Rabbi, sementara makanannya haram, pakaiannya haram, dan daging yang tumbuh dari hasil yang haram, maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan.” (HR.Muslim)
Rasulullah pernah menjelaskan dosa-dosa riba. Dan yang paling ringan adalah seperti bersetubuh dengan ibu sendiri.

“Riba itu memiliki tujuh puluh pintu dan yang paling ringan adalah seperti seseorang yang bersetubuh dengan ibunya sendiri.” (Riwayat Ibnu Majah).
Karena itu, jika kita sering berdoa tapi Allah masih belum mengabulkan juga. Jangan-jangan ada beberapa hal yang salah. Mungkin syarat-rukunnya salah, atau kita masih suka makanan haram dan bisa juga kita masih suka hal-hal berbau riba, hutang berbunga, atau mungkin juga karena kita pengguna jasa bunga bank dll." *aql